Menteri Luar Negeri (Menlu) Dr H Hassan Wirajuda, SH, MALD, LLM, menegaskan, Pulau Sipadan dan Ligitan sesungguhnya memang bukan wilayah Indonesia karena itu Sipadan-Ligitan bukan wilayah kedaulatan Indonesia yang lepas.
"Sipadan-Ligitan juga bukan wilayah Malaysia, tapi ibarat dua anak yang menemukan sebutir kelereng, lalu keduanya berebut memiliki kelereng itu, jadi kelereng itu sebenarnya bukan milik keduanya, tapi temuan," katanya di Surabaya, Jumat (26/6).
Ia mengemukakan hal itu di hadapan ratusan mahasiswa dalam kuliah umum bertajuk "Perundingan Batas Wilayah Maritim Dengan Negara Tetangga", yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.
Dalam acara yang juga dihadiri Wakil Menlu Triyono Wibowo, ia mengatakan bahwa konsep kewilayahan negara yang diatur dalam UU 4/Prp/1960 tentang negara kepulauan (peta wilayah Indonesia baseline NKRI) memang tidak memasukkan Sipadan-Ligitan.
"Jadi, fakta sejarah menunjukkan Sipadan-Ligitan memang bukan wilayah kita, tapi juga bukan wilayah Malaysia, karena itu Indonesia dan Malaysia berebut untuk memilikinya dengan mengembangkan berbagai argumentasi," katanya.
Namun, Mahkamah Internasional (MI) tidak mengakui argumentasi Malaysia bahwa Sipadan-Ligitan merupakan bagian dari Kesultanan Sabah. Tapi, argumentasi Indonesia bahwa Sipadan-Ligitan merupakan bagian dari Kesultanan Wuluhan juga tidak diakui.
"Argumentasi yang diterima MI bukan karena Malaysia lebih dulu masuk ke Sipadan-Ligitan dan membangun dermaga, namun bukti sejarah yang paling awal masuk Sipadan-Ligitan yakni Inggris (penjajah Malaysia) dan Belanda (penjajah Indonesia)," katanya.
Dalam kaitan itu, Malaysia akhirnya dapat membuktikan bahwa Inggris paling awal masuk Sipadan-Ligitan dengan bukti berupa mercusuar dan konservasi penyu, sedangkan Belanda hanya terbukti pernah masuk ke Sipadan-Ligitan, tetapi singgah sebentar tanpa melakukan apa pun.
"Dari fakta sejarah itulah, MI akhirnya menyerahkan Sipadan-Ligitan kepada Malaysia yang merupakan bekas jajahan Inggris sehingga alasannya bukan karena siapa yang lebih dulu membangun dermaga di sana, melainkan bukti-bukti sejarah yang ada," katanya.
Menteri yang menyelesaikan program doktornya di Virginia School of Law, Charlottesville, Amerika Serikat, itu menambahkan bahwa Indonesia saat ini memang memiliki batas laut dengan 10 negara dan batas darat dengan tiga negara (Malaysia, Timor Leste, dan Papua Niugini).
"Perundingan batas wilayah itu tidak bisa cepat penyelesaiannya seperti orang membeli kacang, tapi membutuhkan waktu yang lama. Karena itu, bila penyelesaiannya lama, bukan berarti kita enggak serius atau lembek," katanya.
Dalam sesi dialog, mahasiswa dan dosen banyak bertanya tentang sengketa Blok Ambalat dan diplomasi yang sudah dilakukan Indonesia, serta perjanjian Indonesia-Singapura terkait reklamasi pantai yang menjorok ke Indonesia.
SUMBER
0 comments:
Posting Komentar