12/15/2008

Solar Hijau, Bahan Bakar Alternatif Buatan Dr Hafnan setelah Penelitian Enam Tahun

Ada yang sangat yakin, solar hijau bisa menjadi bahan bakar alternatif yang lebih memiliki nilai ekonomis. Tapi, ada juga yang masih meragukan.

Enam tahun melakukan penelitian, bagi Dr Ir M. Hafnan MEng bukanlah waktu lama. "Di Jepang, orang yang menemukan karburator mesin mini, butuh waktu meneliti hingga 20 tahun," kata pria 48 tahun yang sempat tinggal di Jepang bersama keluarga selama 10 tahun ini. "Karena itu, kalau saya meneliti hanya enam tahun, itu tidak ada apa-apanya," ujar bapak tiga anak yang mendalami combustion engine (motor bakar) di�Ritsumeikan University Kyoto, Jepang itu.

Bagi Hafnan, yang menjadi kendala dalam melakukan penelitian bukanlah soal waktu, tapi lebih pada soal dana. Itu karena sebelum akhirnya menemukan formula solar hijau, Hafnan harus melakukan beberapa kali tes. "Untuk diuji di laboratorium, biayanya mahal," katanya. Hafnan lantas mencontohkan, untuk menguji performance formulanya di PLN selama satu bulan, butuh anggaran antara Rp 100 juta - Rp 200 juta. "Itu baru satu kali tes. Padahal, temuan saya harus berkali-kali dites," lanjutnya. Beruntung, beberapa pihak bersedia mendanai penelitian Hafnan. "Di antara yang membantu saya adalah Pak Slamet Wahyudi dari Gresik," tuturnya.

Selain terbentur soal anggaran, mencari objek yang mau menjadi ajang uji coba juga tidak mudah. "Rata-rata mereka beralasan takut mesinnya rusak kalau dijadikan uji coba," ujarnya.

Setelah mencari ke sejumlah daerah, Hafnan akhirnya berhasil menemukan tempat untuk menguji solar hijau. Yakni, di mesin diesel milik PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) Sungai Kupang, di Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Uji coba tersebut dilaksanakan pada Februari 2006.

Spesifikasi mesin yang dijadikan alat uji coba saat itu adalah Diesel Engine Deutz BF8 (1996), 8 cylinder V Engine, 280 kVA, 1.500 rpm.

Hafnan lantas menunjukkan selembar kertas yang diteken Kepala Kantor Pembangkit PLTD Sungai Kupang, yang berisi penjelasan hasil uji coba solar hijau. Hasilnya menyebutkan antara lain, emisi gas buang menjadi bersih. Selain itu, tidak terjadi gangguan kinerja maupun kerusakan mesin, dan tidak terjadi pemborosan bahan bakar.

Dari hasil uji coba di PLTD tersebut, Hafnan yakin, jika mau menggunakan solar hijau untuk bahan bakar mesin pembangkit listriknya, PLN akan bisa menghemat anggaran pembelian solar. Dia lantas memberi gambaran, dari data yang dia peroleh, kebutuhan solar untuk mesin pembangkit listrik PLN se-Indonesia sekitar 40 juta liter per hari. "Dengan menggunakan solar hijau, akan bisa menghemat solar 4 juta liter per hari," katanya, yakin.

John S. Karamoy, praktisi perminyakan tanah air, ketika mendengarkan paparan Hafnan soal solar hijau di Kantor Ditjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Departemen ESDM Jumat pekan lalu, menyatakan ketertarikannya. "Apa yang dipaparkan Hafnan sangat masuk akal. Bagi saya, ini sebuah karya yang butuh pengakuan dari instansi yang berwenang untuk dikembangkan lebih lanjut penerapannya," kata John yang mantan President Director PT Medco Energy International itu.

Hafnan berharap, melalui Dirjen Migas, solar hijau bisa mendapatkan spesifikasi khusus sebagai bahan bakar yang bisa dijual di pasaran. Tapi, untuk menuju ke sana, menurut Dirjen Migas Dr Ing Evita H. Legowo, harus melewati beberapa tahapan.

Sebagai tahap awal, bisa saja spesifikasi khusus itu diberikan, asal lebih dulu melewati tahap uji lain serta pemakaian terbatas. Misalnya, solar hijau itu digunakan di lingkungan industri tertentu, dengan catatan, pihak pemakai lebih dulu memberikan pernyataan bahwa mereka tidak keberatan menggunakan solar hijau dan siap dengan risiko yang terjadi.

Kepada Jawa Pos Jumat lalu (12/12) Evita mengatakan, pihaknya melalui Direktorat Hilir Migas hingga kini masih mempelajari temuan yang dipresentasikan Tim Solar Hijau tersebut.

Dia menambahkan, hingga kini pihaknya belum bisa menilai apakah teknologi solar hijau memang feasible dan layak dikembangkan secara komersial. ''Masih dipelajari mendalam, tapi belum ada laporan akhirnya,'' ujarnya.

Di bagian lain, formula solar hijau karya Hafnan itu juga ditanggapi beberapa ahli kimia. Salah satunya, Lisminto, ketua DPP Aprobi (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia). "Yang perlu diperhatikan di sini adalah air itu bukan sumber energi. Jadi, jangan sekali-kali menganggap air bisa menggantikan fungsi bahan bakar," kata alumni Teknik Kimia ITB angkatan 1977 itu.

Lisminto mengaku sudah bertemu Hafnan dan berdiskusi panjang lebar seputar solar hijau. "Terus terang, saya masih ragu dengan temuan Pak Hafnan," kata peraih ASEAN engineering award ini.

Solar hijau temuan Hafnan, lanjutnya, tidak bisa dimanfaatkan pada kondisi mesin diesel yang pembakarannya ideal. "Solar hijau baru bisa digunakan jika pembakaran mesin tidak ideal," tambahnya.

Lisminto lantas menerangkan, pada pembakaran ideal, dihasilkan CO2 + H2O. "Pada kondisi ini, penambahan air (H2O) tidak akan berguna," katanya.

Pada kondisi pembakaran tidak ideal, selain menghasilkan CO2 + H2O, juga menghasilkan CO + C. "Pada kondisi seperti inilah, penambahan air dan zat aditif bisa berguna," ujarnya. Yakni, menyempurnakan pembakaran. "Penambahan air bisa mengubah CO + C menjadi CO2," lanjutnya. "Ini yang saya maksud, solar hijau hanya bisa digunakan untuk mesin yang sistem pembakarannya tidak ideal," tandasnya.

Meski demikian, Lisminto mengaku sangat respek dengan hasil penelitian Hafnan. "Saya menghargai penelitiannya," lanjutnya.

Merespons pendapat Lisminto, Hafnan mengatakan, perlu didiskusikan kembali tentang definisi pembakaran ideal. "Pembakaran ideal yang menghasilkan CO2 dan H2O seperti yang disampaikan Pak Lisminto, dalam kenyataannya sangat sulit ditemui pada mesin-mesin dewasa ini, meski kondisi mesinnya masih baru sekali pun. Karena itu, hanya ada pada tataran teoretis," terangnya. Itu terjadi karena sangat terkait dengan mutu bahan bakar.

Pembakaran ideal, kata Hafnan, bahan bakarnya harus mengandung O2 (oksigen) yang cukup. "Padalah, bahan bakar yang ada sekarang, hampir tak ada yang mengandung O2, tapi memang mudah mengikat O2," katanya.

Dari sinilah, solar hijau bisa dimanfaatkan. "Temuan saya ini prinsipnya adalah men-treatment bahan bakar," katanya.

Meski demikian, Hafnan tetap menghargai pendapat Lisminto. "Saya siap mempresentasikan solar hijau di depan para ahli agar saya bisa menerima masukan sebanyak-banyaknya," kata dosen combustion engine (pembakaran mesin) di Universitas Trisakti itu.

Hafnan memang sangat terbuka kepada siapa saja yang ingin tahu lebih banyak soal solar hijau temuannya. Termasuk, dia juga siap berdiskusi dengan pihak-pihak yang meragukan temuannya. "Nawaitu (niat) saya adalah mencari bahan bakar alternatif yang lebih memiliki nilai ekonomis dan lebih ramah lingkungan," lanjutnya.

FROM jAWAPOS
Share:

0 comments:

Posting Komentar




IndoBanner Exchanges

MY ID YAHOO MASSENGER

view

http://bacablog.com

About Me

Foto saya
Aku adalah anak manusia yang hanya numpang singgah di bumi ini. Kini aku sedang mengisi dan melakukan sesuatu untuk mengisi waktuku di dunia ini EMAIL & FS jOIN ON adaeuvoli@gmail.com

Pengikut

Personal Business Directory - BTS LocalDigNow.orgTopOfBlogs Personal My BlogCatalog BlogRank live google page rank
Personal Blogs - Blog Catalog Blog Directory
EasyHits4u Ranking Blogger Ngalam
Masukkan Code ini K1-2C333A-A
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com!-- Histats.com START --> Check Google Page Rank

ADAMAKNA

BLOGGER INDONESIA

ABSEN DISINI


ShoutMix chat widget
Bisnis Internet | Bisnis Online | Uang dari Internet |  Duit gratis | komisi 80%
Earn money from your website/blog by, selling text links, banner ads - Advertisers can, buy links, from your blog for SEO. Get paid through PayPal