SELAMAT datang putaran final Piala Dunia 2010 di Afsel. Tim dunia ketiga (terutama Asia dan Afrika) akan memiliki peluang menunjukkan kualitas menggelar “showbiz” raksasa. Di lapangan mungkin saja kita menemukan kejutan mirip Piala Dunia 2002 (di Jepang/Korea) terulang, ketika Korsel dan Turki melaju ke final.
Di layar TV, potensi penonton yang akan menyaksikan partai-partai Piala Dunia 2010 diperkirakan akan mencapai jumlah 31 milyar. Angka ini disebut sebagai angka paling realistis karena perhitungan optimis di atas kertas menyebutkan jumlah penonton TV hingga 32 milyar penduduk dunia.
Afsel 2010, adalah Piala Dunia di mana negara-negara Afrika akan berpeluang menembus semifinal dan final. Menjadi juara dunia ? Dalam sepak bola setiap kemungkinan bisa terjadi
Tentu saja sepak bola tak selalu diterima dengan lapang dada. Tak usah membahas AS yang memang alergi terhadap sepak bola. Beberapa negara yang gemar sepak bola pun mengalami protes dari penonton. “Terlalu banyak tayangan sepakbola di TV”, sebut para kritikus.
Di Indonesia, kita mengenal dekat pemain-pemain Italia lewat tayangan langsung setiap akhir pekan. Hal yang sama berlaku untuk pemain-pemain Inggris di Liga Utama Inggris lewat salah satu stasiun TV kita. Liga Spanyol dan Jerman juga bukan hal asing bagi penonton sepak bola di tanah air.
Para nasionalis sepak bola akan berandai-andai jika sepakbola nasional kita bisa sepopuler Liga Inggris atau Italia di stasiun TV kita sendiri. Kalau salah satu caranya dengan membatasi tayangan langsung Liga-liga sepakbola Eropa, kenapa kita harus selalu menomorduakan liga nasional Indonesia ?
Mekanisme popularitas sepak bola tak bekerja secara sederhana. Sepak bola masa kini hanya mengenal satu mekanisme, yakni bisnis. Sepak bola sendiri sebagai suatu permainan tak pernah berubah, tetapi hal-hal di sekeliling sepak bola berubah total.
Selebriti, iklan, proyek raksasa, citra bangsa dan negara, hingga IT dan hak siarTV merupakan santapan penggemar sepakbola dunia. Kita seakan tak lagi peduli di mana Piala Dunia sepak bola dimainkan. Kalau Piala Dunia 2006 dimainkan di Jerman, apakah timnas Jerman kemudian akan melenggang kangkung ke tangga juara ? Ternyata tidak.
Jika PD 2010 dimainkan di Afsel, apakah kita akan kesulitan menyaksikan siaran langsung pertandingan demi pertandingan ? Lagi-lagi jawabnya, tidak ! Piala Dunia 2010 akan datang ke rumah kita lewat layar TV setiap hari. Kendalanya hanya pada siklus kehidupan kita yang berbeda 5 jam dengan aktivitas kehidupan di Afsel.
Sepak bola atau Piala Dunia itu sendiri akan menjadi penting jika semuanya bisa dikemas dalam sebuah “showbiz” spektakuler. Tuan rumah hanya perlu mengurusi persiapan berskala raksasa, termasuk membangun stadion dan infrastruktur, FIFA akan mengatur segala sesuatu yang menjamin kembalinya modal yang sudah ditanam lewat sponsor.
Orang butuh tontonan sebuah partai final yang perlu bintang. FIFA harus menyajikan sebuah partai klimaks yang kali ini menarik sekira 30 milyar penonton di seluruh dunia. Apalah artinya tim Inggris tanpa Rooney atau Gerrard? Apa pula arti tim Spanyol tanpa Fabregas atau Iniestai ?
Milyaran dolar yang diguyurkan untuk menggelar pesta sepak bola Piala Dunia 2010 akan kita saksikan hasilnya tak sampai tiba bulan mendatang. Prestasi di lapangan seyogyanya sepadan dengan perputaran uang yang dikucurkan.
OLEH: Johnny F. Tamaela
SUMBER
0 comments:
Posting Komentar